Politik Bantuan Luar Negeri: Berkontribusi Secara Positif Bagi Pertumbuhan Perekonomian di Asia
- April 17, 2013
- By jendela eva
- 0 Comments
Bantuan
luar negeri sebagai suatu instrument yang vital dan inovatif dalam kebijakan
luar negeri belum begitu dilirik pada tahun 1905. Bantuan luar negeri biasanya
digunakan saat suatu “kawasan” sedang dilanda bahaya. Hal ini membuat negara
kaya harus membantu negara miskin untuk mengembangkan dan menumbuhkan kembali
perekonomiannya baik dengan memberikan bantuan luar negeri melalui kerjasama
bilateral maupun multilateral yang telah dikenal luas dan tidak terbantahkan
sejak tahun 2000-an (Lancaster, 2006). Menurut Riddle (2007) bantuan luar
negeri telah menjadi suatu hal yang sangat kompleks yang mempengaruhi segala
unsure di berbagai bidang. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini,
terutama mengenai volume bantuan luar negeri, strategi kebijakan ekonomi luar
negeritujuan dari pemberian bantuan luar negeri, efektifitas dari bantuan luar
negeri, dan juga berbagai kritik mengenai implikasinya pada perkembangan dan
pertumbuhan perekonomian lokal.
Tidak
dipungkiri, sekarang ini, dunia politik dipenuhi berbagai pemain, dari mulai
negara penerima donor, negara pemberi donor, maupun negara penerima sekaligus
pemberi donor seperti China dan India (Chanana, 2006). Kasus China merupakan
suatu minat tersendiri melihat penolakannya terhadap konotasi konvensional dan
modalitas dari bantuan luar negeri. China secara berangsur-angsur mengambil
keuntungan dari dukungan melalui suatu bentuk rekomendasi atas bantuan luar
negeri (Kjollesdal & analysebyra, 2010). Pada tahun 1970 ketika China
menjadi penerima dana bantuan yang diberikan Jepang, mereka kemudian langsung
memfokuskan bantuan tersebut untuk membangun infrastrukturnya. Disisi lain, dia
juga menjadi negara pendonor bagi Korea Utara dan Afrika selama dua dekade. China
juga aktif memberikan bantuan luar negeri kepada negara-negara di Asia
Tenggara. Tahun 2011 lalu, Perdana Mentri China, Jiabao mengatakan bahwa China
akan menjadikan ASEAN sebagai negara yang mereka prioritaskan, dengan cara
membangun sumber daya manusia di wilayah ASEAN, terutama di negara
Kamboja-Laos-Myanmar-Vietnam (KLMV), China percaya bahwa kondisi sosial maupun
ekonomi di negara-negara tersebut akan segera meningkat.
China
bukan hanya menjadi negara pendonor bagi wilayah Asia Tenggara, tetapi juga
Afrika (Samy, 2010) dan Amerika Latin (Bernal, 2010). Ketika negara seperti
China terus meningkatkan kegiatan bantuan luar negeri dalam membantu
negara-negara lain meningkatkan perekoniannya, ini akan berdampak banyak pada
pertumbuhan perekonomian negara penerima dana khususnya di Asia Tenggara.
Plurarisme teoritik
dalam bantuan luar negeri
Pembahasan
mengenai dana bantuan luar negeri telah diilustrasikan jauh sebelumnya oleh
Hans Morgenthau, bapak dari paham realis dalam teori internasional. pada tahun
1962, Morgenthau mengklasifikasikan 6 tipe bantuan luar negeri dalam sebuah
artikel yang dia buat “A Political Theory
of Foreign Aid” yaitu, kemanusiaan, penghidupan, militer, suap, pembangunan
ekonomi, dan martabat. Dia berpendapat bahwa, tantangan terbesar dalam
kebijakan politik luar negeri United States (US), adalah menganggap bantuan
luar negeri merupakan, “pencukupan dana obligasi dari negara kaya kepada negara
miskin” meskipun ada beberapa yang meragukan bahwa “bantuan luar negeri
merupakan suatu operasi kerja keras yang tidak memiliki faedah, boros dan tidak
dapat dipertahankan baik bagi US sendiri maupun bagi para penerima donor”
(Morgenthau, 1962). Carol Lancaster sendiri melihat Bantuan luar negeri : Diplomasi, Pembangunan, dan Politik Domestik
dapat dilihat dengan sangat berbeda melalui berbagai pendekatan hubungan
internasional yang memiliki cara yang berbeda-beda pula dalam melihat suatu
permasalahan. Contohnya saja, realism yang berfokus pada kekuatan dan interaksi
antar negara, maka realism akan menganggap bantuan luar negeri sebagai sebuah
instrument diplomasi yang sangat kuat yang dilakukan sebuah negara, sedangkan
para internasionalis liberal menganggap bantuan luar negeri merupakan sebuah cara
yang memfasilitasi kerjasama antar-negara, dan hal tersebut akan berpengaruh
besar pada pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) untuk mendukung adanya pemerintahan global (Feeny
& Clarke 2008, 198-212).
Ketika
pendekatan rasional dalam teori hubungan internasional seperti realis dan
liberalis sangat setuju dengan adanya program bantuan luar negeri, beberapa
kelompok lain mencoba mengevaluasi bagaimana implikasi bantuan luar negeri
tersebut terhadap negara penerima donor. Marxist menganggap bantuan luar negeri
hanya membuat setiap negara penerima donor menjadi tergantung kepada negara
pemberi donor (yang nantinya akan menimbulkan negara yang disebut dengan core dan periphery). Sedangkan para konstruktivis menganggap bantuan luar
negeri merupakan suatu manipulasi kekuatan. Hal tersebut membuat konstruksi
plural dari teori hubungan internasional yang membuat mereka dapat mengevaluasi
tujuan dari praktik dalam pemberian bantuan dana, juga efektifitas dari bantuan
luar negeri tersebut.
Lebih banyak bantuan,
lebih tinggi tingkat pertumbuhan?
Pada
musim panas 2005 lalu pada pertemuan Group
of Eight (G8) negara miskin meminta untuk negara pendonor memberikan lebih
banyak bantuan untuk mendukung terjadinya global
movement. Tanpa adanya bantuan luar negeri mereka tidak akan bisa membangun
ekonomi domestiknya, dan negara miskin dipastikan akan mengalami keruntuhan
perekonomian. Kenyataannya, bantuan luar negeri dipandang secara positif karena
berguna untuk membangun perekonomian dari negara penerima donor, dan menguntungkan
mereka untuk beberapa alasan. Pertama adalah, bahwa bantuan luar negeri dapat
meningkatkan infrastrukturr sosial dan produktivitas ekonomi (Feeny &
Clarke 2008, 204). Dilihat dari prespektif negara pendonor, bantuan luar negeri
dapat digunakan untuk meningkatkan program pendidikan dan pembangunan
infrastruktur merupakan suatu hal yang sudah dianggap biasa dalam usaha
kapasitas pembangunan yang kritis (Arse, 2005). Kedua, bantuan luar negeri
dapat memfasilitasi performa ekonomi dengan mendukung perdagangan bilateral
diantara negara pendonor dan negara penerima. adalah benar bahwa setiap negara
industri memiliki desain sebuah skema dalam membantu negara miskin ( Van Deer
Veen 2011, 2). Mereka yang setuju dengan dana bantuan luar negeri akan mengatakan
bahwa bantuan tersebut akan membantu performa mereka dalam meningkatkan
aktivitas dan pertumbuhan ekonomi di negara penerima donor.
Kemunculan kaum skeptic
: Panacea (obat) bagi pertumbuhan
ekonomi?
Meskipun
beberapa beranggapan bantuan luar negeri sangatlah berguna dan merupakan hal
yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan performa pertumbuhan ekonomi di
negara miskin, beberapa ilmuwan lain menunjukkan sikap skeptisnya dan
mempertanyakan efektifitas dari pemberian bantuan luar negeri tersebut. Alasannya
adalah, untuk mengentaskan kemiskinan sepertinya bukan hanya bantuan luar
negeri yang dibutuhkan, karena bisa jadi dana tersebut bukan digunakan untuk
mengentaskan kemiskinan yang terjadi di negaranya dan justru menjadi sasaran
empuk para koruptor. Kenyataannya, banyak kasus mengenai bantuan luar negeri
ini kemudian mengarah kepada korupsi (Tavares 2003, 99-100). Kasus lain yang
terjadi di Afrika adalah penggunaan bantuan luar negeri yang sia-sia karena
kurang baiknya pemerintah dalam memanajemen pengelolaan dana bantuan, selain
itu bantuan luar negeri membuat Afrika terkukung dalam lingkaran korupsi yang
membuat perekonomian mereka tumbuh dengan sangat lambat, dan justru melahirkan
jumlah kemiskinan yang lebih besar. Hal ini didukung dengan pendapat Erixon
yang mengatakan bahwa, “bantuan seringkali menyokong terjadinya korupsi, dan
mempertahankan level bantuan luar negeri yang lebih tinggi membuat struktur
pemerintahan di negara miskin menjadi terkikis” (Erixson, 2005). Para penganut
skeptisisme dalam memandang bantuan luar adalah didasari dengan kenyataan bahwa
banyak dari negara miskin memiliki pemimpin yang berjiwa korup, pemerintah yang
tidak efektif, juga pemerintahan yang tidak efisien.
Pada
akhirnya, kedua pendapat tersebut tidaklah salah, ketika pertumbuhan ekonomi di
Afrika mengalami penurusan yang signifikan setelah adanya bantuan luar negeri,
data statistic yang Yang dan Chen (2012) buat menunjukkan hal tersebut tidak
terjadi di daerah Asia. Hal yang berbahaya ketika bantuan luar negeri di buka
dan membuat negara penerima donor justru mengalami kemunduran adalah seperti
yang Jeffry Sach katakan “pembukaan
pasar domestic membuat situasi perekonomian dalam hal ini, pembangunan ekonomi,
di negara penerima donor justru menjadi lebih buruk. Untuk menghindari
permasalahan tersebut juga diperlukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan
dana bantuan luar negeri oleh negara pendonor, dan dibutuhkan pembangunan di
bidang pendidikan demi menyokong efektifitas penggunaan dana bantuan luar
negeri yang dilakukan oleh negara penerima donor.
Daftar Pustaka
Yang,
Alan H. dan T. Y. Chen. 2012. “The Politics of Foreign Aid: A Positive
Contribution to Asian Economic Growth”,
Global and Strategies, Juli-Desember,
6 (2): 231-245.
0 komentar
semoga bermanfaat
mohon kritik dan saran yang membangun ya :D
"sharing is caring"