Welfare state
secara harfiah berarti “negara kesejahteraan”. Welfare state sendiri memiliki definisi yang beragam, ada yang
menyebutkan bahwa welfare state
merupakan kondisi sejahtera yang merujuk pada kesejahteraan social, sebagian
lain menyatakan welfare state sebagai
suatu program yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga social lainnya,
untuk membangun infrastruktur atau memberi tunjangan demi tercapainya
kesejahteraan social. Maka konsep walfare state ini sangatlah tergantung pada
seberapa besar peran pemerintah dalam membuat negaranya menjadi negara yang
sejahtera. Dalam melaksanakan fungsi kesejahteraan umum, sejatinya seluruh aktivitas
negara secara langsung ditujukan kepada kehidupan dan kesejahteraan rakyat
melalui pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan, untuk perumahan dan kebutuhan
hidup lainnya, serta jaminan social ekonomi, dan lainnya (Maciver, 1958:331). Konsep ini pertamakali dikemukakan oleh Jeremy
Brentham pada abad-18 (1748-1832). Brentham menyatakan bahwa negara perlu
menjamin kesejahtaraan bagi warganya dan segala yang dilakukan pemerintah
melalui kebijakannya haruslah demi untuk kesejahteraan rakyat. Beveridge dan
Marshall menyatakan bahwa want, squalor,
ignorance, disease, dan idleness
sebagai “the five giant evil” yang
harus diperangi (Spicker, Suharto: 1995, 2002). Beveridge sendiri merupakan ilmuwan
social jerman yang menemukan konsep asuransi yang menjamin kehidupan seseorang sepanjang
hidup. Dulu system asuransi dianggap gagal karena tidak mampu menjelaskan
bagaimana seseorang yang tidak dapat membayar premis mendapatkan jaminan social
yang serupa, juga tidak mampu menjawab jaminan yang bersifat khusus. Seiring
berjalannya waktu, model ini berkembang semakin baik, asuransi kecelakaan,
keselamatan kerja, bahkan asuransi untuk organ tubuh, dewasa ini sudah sangat
menjamur, hingga pertanyaan orang terhadap system ini terjawab sudah.
Negara
kesejahteraan sendiri muncul dari adanya pandangan bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan kesejahteraan dan jaminan social, serta pelayanan public
yang sebagaimana haknya. Negara kesejahteraan sendiri berawal dari pergumulan
ideology yang cenderung berpaham sosialis. Namun, welfare state menolak konsep
marxis yang melakukan perubahan secara radikal, kaum yang mempercayai sistim welfare state ini masih tetap optims
bahwa tanpa perubahan yang radikal kesejahteraan yang merata akan dicapai
dengan menggunakan perbahan yang bertahap. Dengan menggunakan system si kaya
mendistribusikan kekayaannya pada si miskin hingga si miskin mendapatkan
tunjangan dan akan terbentuk suatu negara yang sejahtera. Namun begitu, pada
sistim ini sangat diperlukan sikap netral dari pemerintah untuk menyamaratakan
porsi buruh dan pengusaha hingga tidak akan terjadi suatu ketimpangan social. Suharto
(2006) mengatakan untuk mempermudah mengidentifikasi jenis-jenis dari
walfare-state itu sendiri, maka walfare state dibagi menjadi empat model,
yaitu:
1. Model
universal
Walfare
state model ini berkomitmen untuk memberikan pelayanan social bagi seluruh
rakyatnya, tanpa membeda-bedakan si kaya dan si miskin. Model ini diterapkan
dinegara-negara skandinavia.
2. Model
korporasi
Jaminan
social dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun dana jaminan dihasilkan
dari tiga sumber, yaitu, pemerintah,, dunia usaha, dan buruh. Jaminan social
cenderung diberikan kepada orang-orang yang bekerja dan mampu berkontribusi
Dalam skema asuransi social.
3. Model
residual
Jaminan
social diberikan kepada warga negara yang miskin, dengan menggunakan
pendistribusian kekayaan dari si kaya ke si miskin. Model ini dianut oleh
negara-negara Anglo-saxon seperti Inggris, Amerika, Australisa, dan Selandia
Baru. Pada dasarnya Amerika sendiri merupakan negara federal, maka
masing-masing negara bagian memiliki kepentingan atau focus dalam mengembangkan
konsep walfare state ini.
4. Model
minimal
Dalam
model ini umumnya peran negara dalam memberikan jaminan social rakyatnya
sangatlah kecil. Cenderung diberikan kepada pegawai swasta atau pegawai negeri
yang danggap mampu membayar premi.
Menurut
Dr. Gordan Adamson ada empat hal yang disediakan negara bagi rakyatnya,
diantaranya :
1. Menciptakan
keamanan,
2. Mensuplai
pelayanan social,
3. Mengurangi
biaya social masyarakat,
4. Mengontrol
angka reproduksi.
Konsep
walfare state memberikan ruang yang sangat luas bagi pemerintah untuk
memobilisasi serta memberi tendensi bagi setiap warga negara untuk melakukan
apapun yang kemudian dianggap penting bagi negara itu sendiri. Melihat konsep
walfare state yang sedemikian rupa, maka kita sebetulnya sedang berkaca dan
dihadapkan pada pertarungan antara liberalisme dan merkantilisme. Pada
kenyataannya sistim walfare state dianggap beberapa ilmuwan sudah tidak sinkron
lagi jika berhadapan dengan pasar bebas sekarang, seperti yang dikatakan
Smith bahwa peran negara yang over akan mengakibatkan adanya stagnasi perekonomian. Sedangkan liberalisasi berdampak pada
berkurangnya peran pemerintah dalam memberikan jaminal social kepada rakyatnya.
Sebagian lain menyatakan dalam keadaan yang cenderung menganut paham liberal ini, pada kenyataannya, negara menaikkan anggaran
negara yang didistribusikan untuk menjamin kesejahteraan social, meskipun
begitu kenaikan subsidi-subsidi yang diberikan pemerintah bisa jadi tergantung
tingkat inflasi, nilai mata uang, harga barang pada saat itu, dan lain
sebagainya.
Daftar Pustaka
http://www.map.ugm.ac.id/index.php/analisis?showall=1 diakses pada 09
Oktober
2012.
Suharto, edi.
2006. “Peta dan Dinamika Walfare State di Beberapa Negara”. Seminar.
Yogyakarta.
Veit-Wilson,
John. 2000. “States of Walfare: A Conceptual Challenge”. Social Policy
and
Administration ISSN (Vol 34).
0 komentar
semoga bermanfaat
mohon kritik dan saran yang membangun ya :D
"sharing is caring"