WTO,
Negara Sedang Berkembang
dan
Gerakan
Masyarakat Sipil Global
Poppy
S. Winanti
World
Trade Organization (WTO) dibentuk karena GATT (General Agreement on Traffis and
Trade) pendahulunya dianggap gagal menunjukkan taring terhadap negara industry
baru yang dianggap menerapkan perdagangan yang tidak fair hingga dapat merugikan pesaing-pesaing melalui pemberian
subsidi, praktek pembajakan, dan bentuk-bentuk proteksionisme lainnya. GATT
yang dimotori oleh Amerika Serikat (AS) dirombak dalam putaraan Uruguay.
Putaran Uruguay yang diselesaikan pada 1994 menghasilkan beberapa kesepakatan,
diantaranya adalah;
1. Perubahan
institusi, perubahan ini diimplementasikan dengan adanya pembentukan WTO
sebagai suatu institusi perdagangan yang bersifat permanen,
2. Perluasan
jangkauan isu, tidak hanya menngenai isu seputar barang komoditi tetapi lebih
luas dari itu sehingga berkaitan langsung dengan isu lingkungan hidup,
kesehata, juga tentang hak asasi manusia melalui beberapa kesepakatan seperti
Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs), Trade-Related
Investement Measures (TRMs), General Agreement on Trade in Services (GATS),
Agreement of Agriculture (AoA), dan
Multi-Fibre Arrangement (MFA),
3.
Peubahan mekanisme dan juga proses,
perubahan ini dilakukan dengan menerapkan mekanisme transparansi yang
mengadopsi mekasinme yang lebih formal seperti Trade Policy Review Mechanism
(TRM), juga adanya perubahan mekanisme pengambilan keputusan dengan menggunakan
prinsip single undertaking yang
merupakan kode diplomatic Nothing is
agreed until everything is agreed, juga dalam mekanisme penyelesaian
sengketa dengan membentuk lembaga peradilan perdagangan internasional.
Dengan
memsukkan isu-isu tersebut WTO tidak hanya sebatas
border barriers atau tariff dan quota, tetapi behind the border yaitu regulasi-regulasi domestic yang dianggap
dapat menghambat perdagangan internasional. GATT dan WTO sendiri meskipun satu
lembaga yang memiliki peran yang sama yaitu dalam bidang perdagangan
internasional tetapi memiliki perbedaan yang signifikan. Berikut tabel mengenai
dasar perbedaan antara WTO dan GATT:
Jika
dilihat sekilas kebijakan ini terlihat diperketat karena tiap negara wajib
meratifikasi segala bentuk negosiasi. Belum lagi adanya proses pemilihan suara
dengan system one state one vote.
Terlihat sebagai institusi yang sempurna untuk mengatur jalur dan perkembangan
perdagangan internasional. Namun jika ditelaah lebih lanjut, kebijakan yang
terdapat di WTO ini akan sangat menguntungkan bagi Negara Industri Maju (NIS)
dan tidak begitu menguntungkan bagi Negara Sedang Berkembang (NSB). Hal ini
menyebabkan pertemuan petinggi WTO acap kali mendapatkan protes dari masyarakat
sipil internasional. WTO melalui coorporated led globalization dianggap telah
merugikan masyarakat luas. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa WTO
berkaitan erat dengan isu yang lebih kompleks.
Banyak
kritik yang diluncurkan kepada WTO, sama halnya dengan IMF atau Word Bank. WTO dengan liberalisasinya
dianggap sudah sangat merugikan para buruh serta menghasilkan berbagai
pelanggaran HAM. Dalam hal ini,
Non-Government Organizations (NGO) banyak meluncurkan kritikan terhadap WTO
perihal perlindungan buruh. Beberapa NGO yang memiliki focus terhadap
perlindungan buruh antara lain, Public Citzen, International Confederation of
Free Trade Unions (ICFTU), dan Union Advisory Council (UAC), yang meminta WTO
terlibat dalam perlindungan hak buruh. Namun kesemuanya itu merupakan suatu
gabungan dari masyarakat sipil global yang muncul dari kawasan Negara Industri
Maju, sehingga beberapa NGO dari negara berkembang tidak setuju dengan
keterlibatan WTO dalam hal perlindungan hak buruh karena dikhawatirkan akan
menjadi topeng sebagai bentuk proteksionisme baru yang diberlakukan oleh NIM.
Sebelumnya NIM juga telah menjanjikan perizinan perdagangan barang domestic
dari negara berkembang ke negara maju, hanya saja hal ini tidak terealisasikan,
seperti kasus shrimp-turtle.
Kritik
lain yang datang terhadap WTO adalah atas aktivitas WTO yang tertutup dari
pengawasan public, kepentingan NIM yang sangat dominan dalam forum negosiasi,
dan MNC’s menikmati akses yang relative tidak terbatas dan karenanya memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam forum-forum perundingan. Seperti yang telah
dielaskan diatas, WTO memiliki system pemilihan keputusan dengan mekanisme “one state one vote”, akan tetapi pada
kenyataannya pengambilan keputusan dan negosiasi banyak dilakukan dalam
pertemuan informal yang biasanya hanya dihadiri oleh perwakilan negara industry
maju atas undangan sekertariat tinggi WTO. Lagipula banyak dari anggota WTO
yang merupakan negara sedang berkembang tidak memiliki perwakilan dalam
negosiasi WTO akibat berbagai keterbatasan yang mereka miliki. Pada akhirnya
proses pengambilan keputusan oleh WTO hanya mengedepankan kepentingan negara
industry maju.
Diluar
daripada itu pertanyaannya adalah apakah peran masyarakat sipil global
benar-benar menyuarakan kepentingan masyarakat berkembang. Pada kenyataannya
kebanyakan NGO yang diisi oleh masyarakat sipil internasional menyuarakan
kepentingan negara industry maju. Mengapa demikian?, hal ini dikarenakan NGO
yang terdiri dari masyarakat sipil kebanyakan berasal dari negara industry
maju, sehingga isu-isu yang dibicarakan bukanlah demi kemajuan negara sedang
berkembang. Focus yang diambil oleh masyarakat sipil global didaerah utara dan
selatan memiliki berbeda satu sama lain. Namun begitu, adanya
masyarakat yang semakin pintar dan bersifat kritis terhadap segala kebijakan
juga akan berdampak baik bagi terbentuknya demokrasi. Masyarakat akan cenderung
mengkritisi segala hal yang dianggapnya akan merugikan kemaslahatan umat,
hingga seringkali suara berperan besar dalam proses pengambilan kebijakan.
to get full text of poppy's journal klik disini
to get full text of poppy's journal klik disini
0 komentar
semoga bermanfaat
mohon kritik dan saran yang membangun ya :D
"sharing is caring"