RUU TPKS SAH, APA SIH PENTINGNYA?

 

RUU TKPS SAH, APA SIH PENTINGNYA?

 

"Nothing in the world is more dangerous than sincere ignorance and conscientous stupidity - Marthin Luther King Jr"


Hai,

Hari ini Jeda baca berita dan dapat kabar super duper menyenangkan, yep, akhirnya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), SAH! Saya rasa, sekarang kita bisa sedikit bernapas lega. 

Sebelumnya, istilah kekerasan seksual tidak dikenal di Indonesia. Indonesia hanya mengenal tindakan cabul yang diatur dalam Pasal 289 - Pasal 296 KUHP. Dalam aturan tersebut, tindakan cabul sangat gender based karena yang dianggap korban hanya wanita, tidak ada ganti kerugian bagi korban, tidak diatur juga terkait pendampingan bagi korban, lalu kekerasan seksual masih sebatas kekerasan yang dilakukan secara fisik. 

Padahal seperti kita tahu, kekerasan seksual ini tidak hanya menimpa perempuan, tetapi juga laki-laki. Definisi cabul juga sangat terbatas, sehingga adanya RUU TPKS yang memiliki definisi lebih luas, tidak hanya kekerasan secara fisik tetapi juga mental, dan aturan mengenai hak dan penanganan yang lebih humanis terhadap para penyintas kasus kekerasan seksual bisa menjadi angin segar bagi kita semua.

Selain itu, dalam kasus kekerasan seksual pada umumnya, seringkali korban dipersekusi. Pada RUU TPKS Pasal 33, penyintas memiliki hak kerahasiaan identitas dan hak untuk tidak dituntut pidana dan digugat perdata atas laporan peristiwa kekerasan seksual yang menimpa keluarganya. 

Diatur juga mengenai hak layanan terapi medis dan pemberdayaan ekonomi keluarga, yang menurut Jeda sangat krusial, karena normalnya, selama ini penyintas kekerasan seksual akan kesulitan untuk fit in dalam masyarakat dan melanjutkan hidupnya secara normal dan produktif. 

Layanan pelaporan sampai pendampingan hukum juga diatur dalam RUU TPKS. Apakah ini penting? jelas penting. Selama ini, pendampingan hukum biasanya dilakukan oleh LBH yang merupakan lembaga non-pemerintah dan non-profit, sehingga jangkauannya pendampingannya juga terbatas. 

Setelah RUU disahkan, artinya anggaran-anggaran terkait hak pelaporan, pendampingan, penguatan psikologis, sampai pemenuhan hak korban bisa dialokasikan oleh pemerintah sehingga jangkauannya diharapkan lebih luas.

Walau tentu PR besar Indonesia adalah menghapus stigma dan victim blaming terhadap para korban kekerasan seksual, karena hal ini yang membuat para penyintas enggan melaporkan kasusnya. Lalu, jangan kaget jika setelah RUU PKS disahkan, stigma negatif tentang penyintas mulai pudar, kasus kekerasan seksual yang tercatat meningkat. Seharusnya ini menjadi indikator yang baik karena artinya, para penyintas mulai berani untuk melaporkan kasus, sehingga kasus kekerasan seksual yang sebelumnya tidak terdaftar, jadi terdaftar. 

Selamat karena akhirnya para penyintas punya harapan, karena negara tidak lagi pura-pura tuli. 

You Might Also Like

0 komentar

semoga bermanfaat
mohon kritik dan saran yang membangun ya :D
"sharing is caring"