IMPLEMENTASI POLITIK LUAR NEGERI "MENDAYUNG ANTARA DUA KARANG" PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO




Kalau bahas politik luar negeri masa pemerintahan Soekarno emang gak ada habisnya. Menarik sekali, sebabnya sih ya karena politik luar negeri yang digagas. Indonesia bahkan sampai dikasih gelar "Macan Asia" dan jadi negara yang dipertimbangkan sama negara-negara besar.

Karena waktu itu persaingan lagi sengit-sengitnya "Cold War" antara blok timur dan blok barat. Makanya nih salah satu Founding Father kita, Bung Hatta, dengan cerdas merancang dasar tujuan politik luar negeri Indonesia, yaitu bebas aktif. 

Politik luar negeri bebas aktif ini dikenal dengan sebutan "Mendayung Antara Dua Karang." dan dicetuskan pada 2 September 1948. 

Politik luar negeri bebas aktif ini punya makna yang dalam. Kata "bebas" menunjukkan kalau Indonesia tidak ingin berpihak pada siapapun, tapi Indonesia bakal tetap "aktif" dan ambil andil dalam percaturan politik internasional dengan cara ikut berkontribusi dalam membantu dan menjaga perdamaian dunia.

Jelas kan kalau Indonesia milih buat gak berpihak sama siapapun? Alasannya sih simple karena kita baru merdeka saat itu, jadi dirasa belum cukup kuat buat memilih atau memihak salah satu blok. Kalau ngotot buat pilih buat ikut blok barat atau timur, salah-salah malah jadi hancur.

Jadi Indonesia itu diibaratkan kapal, dan blok barat serta blok timur itu karangnya.

Oh ya, prinsip politik luar negeri bebas aktif juga tertera dalam Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 di alinea ke 4. Prinsip politik luar negeri kita juga mempertegas bahwa Indonesia itu anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya.

Landasan hukum bagi politik luar negeri bebas aktif juga tertera dalam Undang-Undang No. 37 tahun 1999. Tapi perlu diingat bahwa pada masa Soekarno, politik bebas aktif itu didorong atas kesadaran moral dan bukan konstitusional.

Kenyataannya jadi bebas aktif itu susah, untuk lepas dari pengaruh kedua blok tersebut itu sulit buat diwujudkan. Makanya pas masa pemerintahan Soekarno, tahun 1945-1965 politik luar negerinya punya kecenderungan memihak ke blok timur. 

Ya wajar lah ya, mungkin aja  dipengaruhi rasa trauma yang diberikan sama pihak barat ke Indonesia. Beratus-raus tahun dijajah dan diperlakukan sebagai budak dinegeri sendiri, belum lagi menerima perlakuan yang super gak manusiawi.

Flash back deh pas Indonesia coba menangguhkan daerah kekuasaannya dalam perjanjian Hoge Valuwe (24 April 1946), dengan memilih Inggris jadi perantara. Inggris bukannya berperan sebagai pihak ketiga yang netral malah ikutan intervensi. Belum lagi Jendral Mayor D.C. Horthorn tanggal 18 maret 1946 malah mengumumkan kalau Inggris gak akan narik tentaranya yang berada di Indonesia sebelum diganti sama tentara Belanda. 

Paska kemerdekaan juga Indonesia kondisinya masih sangat labil, terutama dalam menentukan ideologi seperti apa kira-kira yang mendasari negara ini. Masing-masing pihak mengusulkan ideologi yang beda dan menyebabkan adanya pembentukan dan perubahan konstitusi.

Saat itulah Soekarno sadar kalau Indonesia itu menganut nasionalisme pancasila yang berjiwa internasional. Jadi Indonesia memutuskan buat menolak segala bentuk neokolonialisme dan imperialisme buat menjaga integritas wilayah dan kedaulatannya.

Apalagi dalam pidato manifesto politiknya, Soekarno menyatakan kalau"Imperialisme barat adalah musuh nasional." Ditambah kecaman terhadap Malaysia yang dianggap kaki tangan imperial melalui Dwikora pada Mei 1964. 

Setelah itu Soekarno membuat rancangan politik luar negeri Indonesia yang berlandaskan kepentingan nasional dan berorientasi pada penguatan eksistensi Indonesia dan NEFOS (New Emerging Forces).


Menolak Blok Barat Bukan Berarti Bergabung Dengan Blok Timur



Terbukti kan? kalau keluar dari pengaruh dua blok itu sulit? Tapi jangan salah, menolak blok barat bukan berarti bergabung dengan blok timur. 

Saat itu Indonesia punya keinginan kuat buat memerangi imperialisme, makanya dibentuk gerakan non-blok yang diinisiasi dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang waktu itu diadakan di bandung pada tahun 1955. 

Gerakan ini berhasil membakar semangat bangsa Asia-Afrika buat melepaskan diri dari imperialisme. Soekarno juga menegaskan dan meminta negara-negara Asia-Afrika supaya gak memihak ke blok manapun.

Biarpun Soekarno gak bergabung sama blok timur, nyatanya Soekarno punya kecenderungan buat memihak blok timur. Dan sebetulnya sikap itu mencederai semangat non-blok.

Parahnya lagi, Soekarno mulai memihak pada Partai Komunis Indonesia (PKI). Soekarno juga menganggap Malaysia kaki tangan imperialisme sampai membuat gerakan Jakarta-Beijing-Pyongyang untuk melakukan konfrontasi terhadap Malaysia. Puncaknya, Indonesia keluar dari PBB dan mengadakan aksi "gayang Malaysia," sampai akhirnya menyelenggarakan Conference of New Emerging Forces (CONEFO).

Bersamaan dengan tercetusnya gerakan tersebut, hubungan Indonesia dengan Cina, Beijing, Hanoi juga menguat. Ditambah Soekarno juga dekat dengan pemerintah Moskow. 

Gak semua negara Asia-Afrika anti imperialis ya. Saat itu negara Asia-Afrika terbagi dalam dua kelompok yaitu NEFOS dan OLDEFOS.

Gerakan anti imperialisme Soekarno ini emang heroik sekali. Saat itu soekarno banyak melakukan nasionalisasi perusahaan asing kepunyaan Belanda dan Jepang. Soekarno juga menegaskan arah ekonomi politik Indonesia itu berdikari (berdiri diatas kaki sendiri.

Bahkan Soekarno banyak menolak bantuan yang ditawarkan asing. Sampai-sampai ada semboyan "Go To Hell With Your Aids." Kondisi Indonesia tentu aja kacau, inflasi mencapai 600%. Penolakan bantuan luar negeri oleh Soekarno bukan tanpa sebab.

Dari jaman batu, pihak barat kalau ngasih bantuan suka berbelit. Lagipula Soekarno menganggap bantuan asing adalah salah satu bentuk penyebaran wabah imperialisme dan neo-kolonialisme. Makanya pada masa pemerintahannya Soekarno fokus pada pembangunan nasional bidang politik daripada ekonomi.

Kesimpulan


Setelah panjang lebar dan berbelit kaya pihak barat yang mau ngasi bantuan. Kesimpulannya sih gampang aja, waktu itu Indonesia gak mau memihak tapi gak bisa untuk gak memihak. 

Eh jangan salah ya, Soekarno saat itu cukup cerdas buat memanfaatkan situasi diantara dua blok tersebut.

Kalau relevansinya sama jaman sekarang, sorry to say, menurut gue politik bebas aktif udah gak relevan. Karena saat itu perangnya adalah perang ideologi jadi mendayung diantara dua karang ngasih keuntungan banyak buat Indonesia.

Tapi sekarang persaingannya persaingan ekonomi, artinya apa? memihak atau gak memihak kapal bakal tetep bocor kalau gak dibarengi dengan pembangunan pondasi yang kuat. Jadi kita harus pintar-pintar menempatkan diri dan lihat peluang diantara kekuatan-kekuatan besar ekonomi.


Sumber Bacaan

You Might Also Like

0 komentar

semoga bermanfaat
mohon kritik dan saran yang membangun ya :D
"sharing is caring"