Politik Bantuan Luar Negeri: Berkontribusi Secara Positif Bagi Pertumbuhan Perekonomian di Asia




Bantuan luar negeri sebagai suatu instrument yang vital dan inovatif dalam kebijakan luar negeri belum begitu dilirik pada tahun 1905. Bantuan luar negeri biasanya digunakan saat suatu “kawasan” sedang dilanda bahaya. Hal ini membuat negara kaya harus membantu negara miskin untuk mengembangkan dan menumbuhkan kembali perekonomiannya baik dengan memberikan bantuan luar negeri melalui kerjasama bilateral maupun multilateral yang telah dikenal luas dan tidak terbantahkan sejak tahun 2000-an (Lancaster, 2006). Menurut Riddle (2007) bantuan luar negeri telah menjadi suatu hal yang sangat kompleks yang mempengaruhi segala unsure di berbagai bidang. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini, terutama mengenai volume bantuan luar negeri, strategi kebijakan ekonomi luar negeritujuan dari pemberian bantuan luar negeri, efektifitas dari bantuan luar negeri, dan juga berbagai kritik mengenai implikasinya pada perkembangan dan pertumbuhan perekonomian lokal.
Tidak dipungkiri, sekarang ini, dunia politik dipenuhi berbagai pemain, dari mulai negara penerima donor, negara pemberi donor, maupun negara penerima sekaligus pemberi donor seperti China dan India (Chanana, 2006). Kasus China merupakan suatu minat tersendiri melihat penolakannya terhadap konotasi konvensional dan modalitas dari bantuan luar negeri. China secara berangsur-angsur mengambil keuntungan dari dukungan melalui suatu bentuk rekomendasi atas bantuan luar negeri (Kjollesdal & analysebyra, 2010). Pada tahun 1970 ketika China menjadi penerima dana bantuan yang diberikan Jepang, mereka kemudian langsung memfokuskan bantuan tersebut untuk membangun infrastrukturnya. Disisi lain, dia juga menjadi negara pendonor bagi Korea Utara dan Afrika selama dua dekade. China juga aktif memberikan bantuan luar negeri kepada negara-negara di Asia Tenggara. Tahun 2011 lalu, Perdana Mentri China, Jiabao mengatakan bahwa China akan menjadikan ASEAN sebagai negara yang mereka prioritaskan, dengan cara membangun sumber daya manusia di wilayah ASEAN, terutama di negara Kamboja-Laos-Myanmar-Vietnam (KLMV), China percaya bahwa kondisi sosial maupun ekonomi di negara-negara tersebut akan segera meningkat.
China bukan hanya menjadi negara pendonor bagi wilayah Asia Tenggara, tetapi juga Afrika (Samy, 2010) dan Amerika Latin (Bernal, 2010). Ketika negara seperti China terus meningkatkan kegiatan bantuan luar negeri dalam membantu negara-negara lain meningkatkan perekoniannya, ini akan berdampak banyak pada pertumbuhan perekonomian negara penerima dana khususnya di Asia Tenggara.

Plurarisme teoritik dalam bantuan luar negeri
Pembahasan mengenai dana bantuan luar negeri telah diilustrasikan jauh sebelumnya oleh Hans Morgenthau, bapak dari paham realis dalam teori internasional. pada tahun 1962, Morgenthau mengklasifikasikan 6 tipe bantuan luar negeri dalam sebuah artikel yang dia buat “A Political Theory of Foreign Aid” yaitu, kemanusiaan, penghidupan, militer, suap, pembangunan ekonomi, dan martabat. Dia berpendapat bahwa, tantangan terbesar dalam kebijakan politik luar negeri United States (US), adalah menganggap bantuan luar negeri merupakan, “pencukupan dana obligasi dari negara kaya kepada negara miskin” meskipun ada beberapa yang meragukan bahwa “bantuan luar negeri merupakan suatu operasi kerja keras yang tidak memiliki faedah, boros dan tidak dapat dipertahankan baik bagi US sendiri maupun bagi para penerima donor” (Morgenthau, 1962). Carol Lancaster sendiri melihat Bantuan luar negeri : Diplomasi, Pembangunan, dan Politik Domestik dapat dilihat dengan sangat berbeda melalui berbagai pendekatan hubungan internasional yang memiliki cara yang berbeda-beda pula dalam melihat suatu permasalahan. Contohnya saja, realism yang berfokus pada kekuatan dan interaksi antar negara, maka realism akan menganggap bantuan luar negeri sebagai sebuah instrument diplomasi yang sangat kuat yang dilakukan sebuah negara, sedangkan para internasionalis liberal menganggap bantuan luar negeri merupakan sebuah cara yang memfasilitasi kerjasama antar-negara, dan hal tersebut akan berpengaruh besar pada pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) untuk mendukung adanya pemerintahan global (Feeny & Clarke 2008, 198-212).
Ketika pendekatan rasional dalam teori hubungan internasional seperti realis dan liberalis sangat setuju dengan adanya program bantuan luar negeri, beberapa kelompok lain mencoba mengevaluasi bagaimana implikasi bantuan luar negeri tersebut terhadap negara penerima donor. Marxist menganggap bantuan luar negeri hanya membuat setiap negara penerima donor menjadi tergantung kepada negara pemberi donor (yang nantinya akan menimbulkan negara yang disebut dengan core dan periphery). Sedangkan para konstruktivis menganggap bantuan luar negeri merupakan suatu manipulasi kekuatan. Hal tersebut membuat konstruksi plural dari teori hubungan internasional yang membuat mereka dapat mengevaluasi tujuan dari praktik dalam pemberian bantuan dana, juga efektifitas dari bantuan luar negeri tersebut.

Lebih banyak bantuan, lebih tinggi tingkat pertumbuhan?
Pada musim panas 2005 lalu pada pertemuan Group of Eight (G8) negara miskin meminta untuk negara pendonor memberikan lebih banyak bantuan untuk mendukung terjadinya global movement. Tanpa adanya bantuan luar negeri mereka tidak akan bisa membangun ekonomi domestiknya, dan negara miskin dipastikan akan mengalami keruntuhan perekonomian. Kenyataannya, bantuan luar negeri dipandang secara positif karena berguna untuk membangun perekonomian dari negara penerima donor, dan menguntungkan mereka untuk beberapa alasan. Pertama adalah, bahwa bantuan luar negeri dapat meningkatkan infrastrukturr sosial dan produktivitas ekonomi (Feeny & Clarke 2008, 204). Dilihat dari prespektif negara pendonor, bantuan luar negeri dapat digunakan untuk meningkatkan program pendidikan dan pembangunan infrastruktur merupakan suatu hal yang sudah dianggap biasa dalam usaha kapasitas pembangunan yang kritis (Arse, 2005). Kedua, bantuan luar negeri dapat memfasilitasi performa ekonomi dengan mendukung perdagangan bilateral diantara negara pendonor dan negara penerima. adalah benar bahwa setiap negara industri memiliki desain sebuah skema dalam membantu negara miskin ( Van Deer Veen 2011, 2). Mereka yang setuju dengan dana bantuan luar negeri akan mengatakan bahwa bantuan tersebut akan membantu performa mereka dalam meningkatkan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi di negara penerima donor.

Kemunculan kaum skeptic : Panacea (obat) bagi pertumbuhan ekonomi?
Meskipun beberapa beranggapan bantuan luar negeri sangatlah berguna dan merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan performa pertumbuhan ekonomi di negara miskin, beberapa ilmuwan lain menunjukkan sikap skeptisnya dan mempertanyakan efektifitas dari pemberian bantuan luar negeri tersebut. Alasannya adalah, untuk mengentaskan kemiskinan sepertinya bukan hanya bantuan luar negeri yang dibutuhkan, karena bisa jadi dana tersebut bukan digunakan untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi di negaranya dan justru menjadi sasaran empuk para koruptor. Kenyataannya, banyak kasus mengenai bantuan luar negeri ini kemudian mengarah kepada korupsi (Tavares 2003, 99-100). Kasus lain yang terjadi di Afrika adalah penggunaan bantuan luar negeri yang sia-sia karena kurang baiknya pemerintah dalam memanajemen pengelolaan dana bantuan, selain itu bantuan luar negeri membuat Afrika terkukung dalam lingkaran korupsi yang membuat perekonomian mereka tumbuh dengan sangat lambat, dan justru melahirkan jumlah kemiskinan yang lebih besar. Hal ini didukung dengan pendapat Erixon yang mengatakan bahwa, “bantuan seringkali menyokong terjadinya korupsi, dan mempertahankan level bantuan luar negeri yang lebih tinggi membuat struktur pemerintahan di negara miskin menjadi terkikis” (Erixson, 2005). Para penganut skeptisisme dalam memandang bantuan luar adalah didasari dengan kenyataan bahwa banyak dari negara miskin memiliki pemimpin yang berjiwa korup, pemerintah yang tidak efektif, juga pemerintahan yang tidak efisien.
Pada akhirnya, kedua pendapat tersebut tidaklah salah, ketika pertumbuhan ekonomi di Afrika mengalami penurusan yang signifikan setelah adanya bantuan luar negeri, data statistic yang Yang dan Chen (2012) buat menunjukkan hal tersebut tidak terjadi di daerah Asia. Hal yang berbahaya ketika bantuan luar negeri di buka dan membuat negara penerima donor justru mengalami kemunduran adalah seperti yang  Jeffry Sach katakan “pembukaan pasar domestic membuat situasi perekonomian dalam hal ini, pembangunan ekonomi, di negara penerima donor justru menjadi lebih buruk. Untuk menghindari permasalahan tersebut juga diperlukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana bantuan luar negeri oleh negara pendonor, dan dibutuhkan pembangunan di bidang pendidikan demi menyokong efektifitas penggunaan dana bantuan luar negeri yang dilakukan oleh negara penerima donor.

Daftar Pustaka

Yang, Alan H. dan T. Y. Chen. 2012. “The Politics of Foreign Aid: A Positive Contribution to Asian Economic Growth, Global and Strategies, Juli-Desember, 6 (2): 231-245.




You Might Also Like

0 komentar

semoga bermanfaat
mohon kritik dan saran yang membangun ya :D
"sharing is caring"