Mengenal Globalisasi


                                     
Globalisasi. Photo via myessaypoint.com
Dewasa ini kata “globalisasi” sudah sangat familiar dan sangat sering kita dengar. Kita seringkali mengatakan bahwa makin canggihnya alat telekomunikasi, internet, dan lain sebagainya sebagai satu alat yang memperluas arus globalisasi, namun apakah benar alat telekomunikasi hanya alat penyebarluas globalisasi?, lalu apakah sebenarnya globalisasi, dan sejak kapan globalisasi itu ada?

Globalisasi merupakan implikasi terjadinya perubahan dalam pola komunikasi, teknologi, produksi, dan konsumsi dan mengemukanya internasionalisme sebagai nilai budaya[1]. Globalisasi awalnya merupakan suatu konsep yang pada tahun 1897 dicetuskan oleh Charles Taze Russel dengan istilah  giant corporate atau korporasi gergasi, lalu para ahli ekonomi mulai menggunakan istilah globalisasi pada tahun 1960-an, dan disebarluaskan oleh media massa, hingga saat ini kita sangat sering mendengar istilah globalisasi. 

Awal mula globalisasi sampai sekarang masih menjadi perdebatan yang menarik diantara para ilmuwan social. Tetapi para pengamat sejarah ekonomi menawarkan argument yang paling menarik. O’ Rourke dan Williamson dalam jurnalnya yang berjudul  “When Did Globalization Begin?” menyatakan bahwa, “Economic historians know better. Few of us would disagree with the statement than the world aconomy was in 1913 extremely  well-integrated even by late 20th century standards”. Kelompok lain seperti Andre Gunder Frank menyajikan argument lain, “there was a single global world economy with a worldwide division of labour and multilateral trade from 1500 onward”  (Frank, 1998, p. 52).  

Pendapat lain disajikan oleh Jerry Brentley yang memiliki argument bahwa perdagangan bebas sudah terjadi sebelum tahun 1500, saat itu ada satu pasar tunggal yang mampu menjangkau semua wilayah Eurasia dan sub-Sahara afrika yang memiliki spesialisasi penjualan dalam bidang agriculture dan industrial production. Sebagian lainnya ada yang berargumen globalisasi sudah terjadi sejak Colombus menemukan benua Amerika pada tahun 1492. James Tracy sendiri menyatakan bahwa globalisasi baru dimulai pada abad 16 dan 17, saat merkantilisme hancur.

Globalisasi sendiri sampai saat ini tidak memiliki definisi yang jelas, hampir semua definisi bersifat subjektif, artinya, tergantung pada siapa yang mendefinisikan. Jika memang seseorang yang mendefinisikan globalisasi concern pada bidang ekonomi, maka mereka akan memberikan definisi yang sangat economic sentries, begitu pula yang memandang globalisasi dari segi lainnya.  Menurut Dave Renton, untuk memudahkan klasifikasi, definisi globalisasi dikelompokkan menjadi tiga varian, masing-masing memiliki tokoh yang beragam dengan pemikiran yang kaya hingga sangat menarik untuk diulas, yaitu:

1.      Globalisasi jika dilihat dari segi social-budaya
Definisi globalisasi dilihat dari segi budaya. Dikatakan oleh para pendukung globalisasi bahwa, globalisasi membuat biaya perjalanan satu daerah (negara) ke daerah (negara) lain jauh lebih murah, hal ini dapat dilihat dengan adanya peniadaan visa di wilayan Uni Eropa, atau lebih dekat lagi adalah hasil dari Asean Community 2015 yang memungkinkan turis-turis asing (di luar wilayah Asia) maupun turis Asia itu sendiri tidak menggunakan visa apabila ingin menjelajahi wilayah ASEAN.  Di sisi lain, Ulf Hannerz, John Thomlinson, Anthony Giddens, Masao Miyosih, secara tidak langsung menjelaskan akibat dari terjadinya fenomena diatas, yaitu, globalisasi telah menyebabkan adanya transfer ideology, hingga apa-apa saja yang tejadi di suatu tempat adalah akibat dari adanya respon terhadap impuls atau rangsangan dari luar daerah itu sendiri dan menyebabkan masyarakat cenderung bersifat lebih homogen. James Martin menanggapi transfer ideology dengan lebih tajam. Martin dan Marx mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu gejala yang merujuk pada satu kelompok besar tren-tren yang saling berhubungan membentuk suatu dunia baru yang postmodern, menyebabkan semua relasi yang beku dan kaku dengan bangunan opini dan prasangkanya yang kuno dan disucikan dapat disapu bersih tanpa ampun, menyebabkan semakin merosotnya politik kelas, munculnya gerakan social baru, dan semakin merosotnya kekaguman terhadap nalar, juga merosotnya negara bangsa (Renton: 2009).

2.      Globalisasi jika dilihat dari segi politik
Asumsi bagi mereka yang melihat globalisasi dari segi politik, cenderung mengarah dan focus pada relasi-relasi internasional. Menyatakan bahwa kemunculan institusi global telah mereduksi ruang inisiatif yang dimiliki oleh negara bangsa. Habermas menyatakan bahwa setiap negara tak dapat lagi mengandalkan dirinya sendiri untuk menyediakan perlindungan yang mencukupi bagi warganya dari dampak eksternal yang telah diambil oleh pelaku-pelaku lain. John Gray menambahkan bahwa akan adanya suatu pasar bebas berskala dunia yang tidak mampu lagi mengatur dirinya sendiri hingga akan melahirkan badan-badan regulasi yang bersifat regional-internasional.

3.      Globalisasi jika dilihat dari sudut pandang ekonomi
Para positivis globalisasi dalam bidang ekonomi seperti Nigel Harris menyatakan bahwa pasar pada akhirnya akan menghapus perbedaan antara negara-negara dunia pertama dan ketiga. Harris menyatakan bahwa globalisasi memberikan harapan akan terciptanya pasar global yang kelak akan menyamarataan pertumbuhan ekonomi melalui produksi global, yang memberikan harapan besar bagi terciptanya kesetaraan pertumbuhan ekonomi di setiap kawasan. Pendapat dari ilmuwan lain adalah bahwa sampai saat ini sebenarnya tidak pernah ada produksi global, yang ada hanyalah produksi-produksi antar negara dan belum mencapai produksi global seperti yang telah banyak penganut positivis globalisasi sampaikan. Scott Lasch dan John Urry menanggapi dengan berargumen bahwa ekonomi global memang telah benar-benar muncul, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya perusahaan-perusahaan multinasional yang dapat merelokasi investasi sesuka hati mereka. Kim Moody dalam karyanya Workers in a Lean World memimpali dengan menyatakan argumennya yang memiliki focus analisis pada keberlanjutan krisis akumulasi capital bahwa, hasil dari globalisasi hanya tiga hal, yaitu down-sizing, out-sourcing, dan flexible working, yang merupakan cara untuk mengeksploitasi kelas buruh demi keuntungan capital yang berimplikasi pada makin luasnya jurang yang diciptakan globalisasi untuk memisahkan kaum borjoise dan proletar.
  


DAFTAR PUSTAKA
Renton, Dave. 2009. Karl Marx, Membongkar Akar Krisis Global. Yogyakarta
     :Resist book.
O’ Rourke, Williamson. 2010. “When Did Globalization Begin?”. National Bureau of
     Economic Research. Cambridge.  MA 02138.






[1] D. Renton, “Karl Marx, Membongkar Akar Krisis Globalisasi”, Jogja 2009, h-1.

You Might Also Like

0 komentar

semoga bermanfaat
mohon kritik dan saran yang membangun ya :D
"sharing is caring"